Perkembangan dan kemajuan bidang
pertanian dan industra pertanian di Indonesia telah
menimbulkan peningkatan limbah pertanian yang
sebagian besar merupakan limbah berlignoselulosa. Limbah berlignoselulosa yang
tinggi potensinya di Indonesia antara lain jerami,
onggok (ampas tapioka, garut), bonggol dan kulit
jagung, sabut serta tandan kosong kelapa sawit, bagase tebu, dan lain
sebagainya. Seringkali limbah yang tidak tertangani, akan menimbulkan
pencemaran lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan
mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan. Namun demikian,
bila ditelaah lebih dalam limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki
potensi besar sebagai bahan baku berbagai industri, terutama untuk pembuatan
kertas. Di samping itu, fraksinasi limbah ini menjadi komponen penyusunnya akan
meningkatkan pendayagunaan dalam berbagai industri. Melihat potensi bahan limbah
berlignoselulosa yang melimpah maka perlu penggalian yang lebih intensif
tentang pemanfaatan potensi tersebut. Bahan berlignoselulosa terdiri atas
hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Hemiselulosa dapat dimanfaatkan menjadi
produk xylitol, xylosa, dan fulfural. Selulosa dapat dimanfaatkan menjadi protein
sel tunggal, glukosa, fruktosa, dan sorbitol. Sedangkan lignin untuk bahan
bakar, pelarut, resin, produk karbon, dan matriks adsorpsi (Paturau, 1969).
Salah satu sasaran dalam
pengembangan bioteknologi adalah merintis pemanfaatan mikroorganisme dalam biokonversi
limbah. Pemanfaatan limbah berlignoselulosa dengan menggunakan jasa mikroorganisme
dapat menghasilkan enzim ekstraseluler yang mampu mendegradasi bahan berlignoselulosa
menjadi fraksi penyusunnya. Misalkan enzim selulase yang dapat merombak bahan
berlignoselulosa berupa jerami atau sampah organic menjadi kompos, atau
menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. Sedangkan xilanase dapat menghidrolisis
hemiselulosa menjadi xilosa, proses ini dapat diaplikasikan ke beberapa proses
dan pemanfaatannya (Richana, 2002).
Pemanfaatan Xilanase untuk Proses Pembuatan Kertas
Pada pembuatan kertas,
xilanase digunakan untuk menghilangkan hemiselulosa dalam proses bleaching.
Enzim ini sebagai pengganti cara kimia sehingga pencemaran racun limbah kimia
akan dihindari dan lebih murah (Ruiz-Arribas et al., 1995). Bahan baku
kayu pembuat kertas setelah melalui proses digester dan pencucian, sebenarnya
masih dalam keadaan kotor (derajat putihnya rendah). Untuk menghasilkan kertas
yang bermutu tinggi perlu dilakukan proses pemutihan. Proses pemutihan
bertujuan untuk menghilangkan lignin, hemiselulosa penyebab warna coklat dan
zat ekstraktif yang dikandung dari hasil pencucian dan penyaringan.
Proses pemutihan biasanya
dilakukan bertahap, karena mempunyai kelebihan di antaranya adalah nilai
derajat putihnya tinggi. Proses bertahap ini terdiri atas tahap khlorinasi,
ekstraksi, dan penambahan khlorin dioksida. Khlorin adalah bahan beracun, sehingga
khlorin sisa proses yang dibuang ke perairan sungai akan membuat polusi yang
tinggi. Ternyata polusi terbesar di Negara kita adalah polusi dari pabrik
kertas. Penggantian penggunaan khlorin untuk pemutihan kertas telah memberikan
peluang untuk aplikasi bioteknologi. Xilanase merupakan enzim yang pertama kali
dilaporkan untuk pemutihan kertas dan sekarang telah digunakan pada beberapa
pabrik kertas (Richana, 2002).
Jumlah pabrik kertas yang
sudah beroperasi di Indonesia saat ini lebih dari 14 perusahaan dan belum satu
pun menggunakan proses enzimatis dalam proses pemutihan. Dengan demikian, untuk
mendukung pelestarian lingkungan maka perlu segeradiaplikasikan proses ramah lingkungan
(clean processing) di Indonesia. Untuk proses pembuatan kertas
diharapkan xilanase yang digunakan adalah yang termostabil dan tahan pada pH alkali (Nakamura
et al., 1993) dan jenis enzimnya adalah endoxilanase.
No comments:
Post a Comment