Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan
xilanase ialah jamur dan bakteri. Contoh beberapa mikroorganisme penghasil
endoxilanase disajikan pada Tabel 1. Beberapa jenis bakteri dan jamur diketahui
mampu menghasilkan xilanase secara ekstraseluler. Xilanase dari Clostridium
acetobuty-licum telah diteliti oleh Lee et al. (1985), yaitu dari
20 strain Clostridium sp. ternyata C. acetobutylicum NRRL B527
dan ATCC 824 menghasilkan xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan
xilanase pada pH 5,2, sedangkan strain ATCC 824 menghasilkan xilanase,
xilopiranosidase, dan arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Bacillus sp.
penghasil xilanase bersifat alkalofilik yang telah diteliti adalah Bacillus sp.
YC 335 (Park et al., 1992), Bacillus sp.
41M-1 (Nakamura et al., 1993), dan Bacillus sp. TAR-1 yang juga
bersifat termofilik (Nakamura et al., 1994). Genus Bacillus diketahui
sebagai penghasil xilanase yang aktif pada suhu 50 °C – 60°C, dengan pH 7 - 9,
sehingga enzim dari bakteri ini diharapkan dapat diproduksi dan digunakan pada
proses awal pemutihan pulp di industri pulp dan kertas.Kubata et al. (1992)
telah mengisolasi Aeromonas caviae ME-1 penghasil xilanase I dari
usus herbivorous insect, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan
penelitian β-1,4-xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi
(1992) berhasil memproduksi selulase dan xilanase dari Neurospora sitophila
pada substrat padat limbah kelapa sawit. Richana et al. (2000) telah
melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase alkalofilik yang berasal
dari tanah berkapur pH 7,9. Seleksi dilakukan berdasarkan ukuran
koloni dan zona bening di sekeliling koloni yang tumbuh pada
media pertumbuhan.
Winterhalter dan Liebl (1995) telah melakukan
produksi xilanase thermostabil dari bakteri Thermotoga maritima MSB8,
sedangkan Ruiz-Arribas et al. (1995) telah mendapatkan Streptomyces
halstedii JM8 penghasil xilanase (xys I) yang diisolasi dari jerami.
Lin et al., (1999), melakukan pemurnian dan karakterisasi biokimia
xilanase dari fungi termofilik Thermomyces lanuginosus- SSBP.
Komposisi medium fermentasi dapat sederhana atau
kompleks tergantung jenis mikroba dan kondisi fermentasinya. Baik medium
sederhana maupun kompleks dapat merupakan medium sintetik atau medium kasar (crude).
Medium sintetik cocok untuk skala laboratorium dan industri kecil karena
mempunyai beberapa keuntungan antara lain setiap komponen dapat dengan mudah
dikurangi, dihilangkan atau ditambahkan. Di samping itu, pada medium sintetik
biasanya tidak membentuk buih selama proses berlangsung, dan kesalahan atau
kelainan yang mungkin terjadi selama fermentasi akibat komposisi yang kurang
tepat dapat dicegah. Pada industri skala besar medium sintetik tidak sesuai
digunakan (Richana, 2002).
Kriteria sumber nutrisi untuk skala besar menurut
Rachman (1989) adalah
1.
Dapat memproduksi biomassa dengan hasil maksimal untuk tiap gram substrat yang
digunakan.
2.
Memungkinkan pembentukan produk fermentasi dengan laju maksimal.
3.
Dapat menekan pembentukan produk yang tidak diinginkan sampai serendah mungkin.
4.
Mutu konstan, murah, dan tersedia sepanjang tahun.
5.
Tidak menimbulkan masalah terhadap aerasi, agitasi, ekstraksi, dan pemurnian
hasil serta perlakuan limbah.
Substrat yang digunakan dalam proses fermentasi
berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas enzim. Adanya substrat
tertentu di dalam medium produksi dapat memacu mikroorganisme untuk mensekresi
metabolit selnya. Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroorganisme
adalah sumber karbon, nitrogen, dan komponen mineral terutama fosfat. Formulasi
media dalam pertumbuhan dan produksi hasil fermentasi merupakan suatu tahap
penting dalam mendesain percobaan dalam skala kerja (Stanbury dan Whitaker,
1984).
Beberapa sumber karbon yangsering digunakan adalah
molases, serealia, pati, glukosa, sukrosa, dan laktosa. Produksi enzim xilanase
sebagai sumber karbon adalah xilan. Xilan dengan aktivitas xilanase yang
dihasilkan oleh mikroorganisme akan terhidrolisis menjadi xilosa.

Xilan Xilosa
No comments:
Post a Comment