Saturday, June 22, 2013

Gejala, presentasi klinis, terapi non farmakologi rinitis alergi



Gejala dan Presentasi Klinis
a.       Gejala khas
·      Bersin
·      Pruritus (hidung, mata, tenggorokan, dan telinga)
·      Rinore
·      Hidung tersumbat
b.      Gejala lain
·      Batuk kronis
·      Kelelahan
·      Lekas marah
·      Malaise
·      Sinusitis berulang
·      Gangguan tidur
·      Lemah
c.       Tanda pada anak-anak
·      Allergic shiners (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah)
·      Allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas)
·      Allergic salute (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas)
·      Pada kasus yang berat, anak-anak dapat menunjukkan kelainan perkembangan tulang wajah dan maloklusi gigi.
(Burns et al., 2008)
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya komorbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup (Lumbanraja, 2007).

Terapi Rinitis Alergi
Meskipun obat untuk rinitis alergi tidak ada, terapi dapat dilakukan untuk meminimalkan gejala. Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala pasien, meminimalkan efek samping, dan meningkatkan produktivitas pasien (mengurangi bolos sekolah dan bekerja). Secara khusus, pilihan terapi yang mungkin dilakukan:
a. Mengurangi rhinorrhea, bersin dan hidung gatal.
b. Mengurangi hidung tersumbat
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Meningkatkan produktivitas
e. Mencegah komplikasi
                                                                                                                        (Burns et a.l, 2008)
Pedoman terapi rinitis alergi (RA) yang selama ini dipakai adalah yang direkomendasikan oleh The Allergic Rinitis and its Impact on Asthma (ARIA), suatu workshop yang diselenggarakan oleh panel pakar yang bekerja sama dengan WHO. Dari workshop tersebut dihasilkan pedoman penanganan RA berdasarkan data dari berbagai randomized controlled trial. Penanganan yang direkomendasikan termasuk menghindari alergen, terapi farmakologi, imunoterapi spesifik, edukasi dan pembedahan. Di samping itu juga direkomendasikan agar penanganan dilakukan dengan pendekatan bertahap, berdasarkan pada berat ringan penyakit (Lumbanraja, 2007).
Skema 1. Pengobatan Rinitis Alergi (Lumbanraja, 2007)

2.4.1 Terapi non farmakologi
Langkah pertama dalam menangani pasien dengan rinitis alergi adalah dengan memodififikasi gaya hidup pasien. Pasien harus didorong untuk menghindari alergen bila memungkinkan. Hal ini mungkin sulit, terutama untuk pasien yang biasanya terus menerus terpapar dengan alergen. Pada pasien rinitis alergi, beberapa penyesuain lingkungan harus dilakukan. Sebagai contoh, pasien yang sensitif terhadap tungau debu harus menggunakan penutup kedap untuk bantal dan kasur, mencuci seprai di tempat yang panas (lebih tinggi dari 130º F) dan meminimalkan penggunaan karpet (gunakan lantai ubin atau kayu). Satu-satunya cara efektif untuk menghilangkan bulu hewan adalah dengan tidak memelihara hewan peliharaan di rumah. Alergen seperti serbuk sari tumbuhan dan jamur tidak dapat dihindari sepenuhnya untuk itu pasien harus menjaga jendela dan pintu tertutup dan menggunakan air conditioner. Gejala akan semakin memburuk dengan meningkatnya paparan alergen, maka pasien  harus menimalkan waktu di luar rumah, terutama selama masa jumlah serbuk sari tinggi (11 siang hingga 3 sore). Meskipun lingkungan telah dimodifikasi, pasien dengan gejala yang signifikan baik rhinistis alergi tahunan dan musiman harus melakukan terapi (Burns et al., 2008).

No comments:

Post a Comment