Gejala
dan
Presentasi Klinis
a. Gejala
khas
· Bersin
· Pruritus
(hidung, mata, tenggorokan, dan telinga)
· Rinore
· Hidung
tersumbat
b. Gejala
lain
· Batuk
kronis
· Kelelahan
· Lekas
marah
· Malaise
· Sinusitis
berulang
· Gangguan
tidur
· Lemah
c. Tanda
pada anak-anak
· Allergic shiners
(bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah)
· Allergic gape
(mulut selalu terbuka agar bisa bernafas)
· Allergic salute
(garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok
hidung ke atas)
· Pada
kasus yang berat, anak-anak dapat menunjukkan kelainan perkembangan tulang
wajah dan maloklusi gigi.
(Burns et al., 2008)
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara
lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman
sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk
dengan adanya komorbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup
baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup,
sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup (Lumbanraja, 2007).
Terapi Rinitis Alergi
Meskipun obat untuk rinitis
alergi tidak ada, terapi dapat dilakukan untuk meminimalkan gejala. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengurangi gejala pasien, meminimalkan efek samping,
dan meningkatkan produktivitas pasien (mengurangi bolos sekolah dan bekerja).
Secara khusus, pilihan terapi yang mungkin dilakukan:
a. Mengurangi rhinorrhea, bersin dan
hidung gatal.
b. Mengurangi hidung tersumbat
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Meningkatkan produktivitas
e. Mencegah komplikasi
(Burns et a.l, 2008)
Pedoman terapi rinitis
alergi (RA) yang selama ini dipakai adalah yang direkomendasikan oleh The Allergic Rinitis and its Impact on
Asthma (ARIA), suatu workshop
yang diselenggarakan oleh panel pakar yang bekerja sama dengan WHO. Dari workshop tersebut dihasilkan pedoman
penanganan RA berdasarkan data dari berbagai randomized controlled trial. Penanganan yang direkomendasikan
termasuk menghindari alergen, terapi farmakologi, imunoterapi spesifik, edukasi
dan pembedahan. Di samping itu juga direkomendasikan agar penanganan dilakukan
dengan pendekatan bertahap, berdasarkan pada berat ringan penyakit (Lumbanraja, 2007).

Skema 1. Pengobatan Rinitis Alergi (Lumbanraja,
2007)
2.4.1 Terapi non farmakologi
Langkah pertama dalam menangani pasien
dengan rinitis alergi adalah dengan memodififikasi gaya hidup pasien. Pasien
harus didorong untuk menghindari alergen bila memungkinkan. Hal ini mungkin
sulit, terutama untuk pasien yang biasanya terus menerus terpapar dengan
alergen. Pada pasien rinitis alergi, beberapa penyesuain
lingkungan harus dilakukan. Sebagai contoh, pasien yang sensitif terhadap
tungau debu harus menggunakan penutup kedap untuk bantal dan kasur, mencuci
seprai di tempat yang panas (lebih tinggi dari 130º F) dan meminimalkan
penggunaan karpet (gunakan lantai ubin atau kayu). Satu-satunya cara efektif
untuk menghilangkan bulu hewan adalah dengan tidak memelihara hewan peliharaan
di rumah. Alergen seperti serbuk sari tumbuhan dan jamur tidak dapat dihindari
sepenuhnya untuk itu pasien harus menjaga jendela dan pintu tertutup dan
menggunakan air conditioner. Gejala
akan semakin memburuk dengan meningkatnya paparan alergen, maka pasien harus menimalkan waktu di luar rumah,
terutama selama masa jumlah serbuk sari tinggi (11 siang hingga 3 sore).
Meskipun lingkungan telah dimodifikasi, pasien dengan gejala yang signifikan
baik rhinistis alergi tahunan dan musiman harus melakukan terapi (Burns et al., 2008).
No comments:
Post a Comment