Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser
orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula
hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien
(Depkes RI, 2004). Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical
Care) adalah suatu tanggung jawab profesi dari apoteker untuk mengoptimalkan
terapi dengan cara mencegah dan memecahkan masalah terkait obat (Drug Related Problems) (Depkes RI,
2006).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut,
apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar
dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (Depkes RI, 2004). Salah
satu interaksi antara apoteker dengan pasien melalui konseling obat, konseling
obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau
wawancara merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien
dalam penggunaan obat (Depkes RI, 2006).
Menurut KEPMENKES RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang Standa Pelayanan Kefarmasian di Apotek, konseling adalah suatu proses komunikasi
dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Depkes RI, 2004).
Di dalam prakteknya, konseling obat melakukan
penyampaian dan penyediaan nasehat-nasehat yang berkaitan dengan obat, yang
didalamnya terdapat implikasi diskusi timbal balik dan tukar menukar opini. Dengan
adanya konseling obat diharapkan pasien mendapatkan pengetahuan dan pemahaman
pasien dalam penggunaan obat sehingga berdampak pada kepatuhan pengobatan dan
keberhasilan dalam proses penyembuhan penyakitnya (Depkes RI, 2006).
Melalui konseling, apoteker dapat menyelidiki
kebutuhan pasien saat ini dan akan datang. Apoteker dapat menemukan apa yang
perlu diketahui oleh pasien, keterampilan apa yang perlu dikembangkan dalam
diri pasien, dan masalah yang perlu diatasi. Untuk memberikan konseling obat
yang benar terhadap pasien mengenai obat, Apoteker diwajibkan untuk memiliki beberapa
sumber informasi. Sumber infomasi yang digunakan bisa berasal dari pustaka,
media cetak, dan internet. Sumber informasi obat meliputi antara lain dokumen,
fasilitas,lembaga dan manusia. Sedangkan dalam praktiknya sumber informasi obat
digolongkan menjadi tiga macam yaitu sumber informasi primer, sumber informasi
sekunder dan sumber informasi tersier. Adapun tujuan umum dilakukannya
konseling, yaitu meningkatkan keberhasilan terapi; memaksimalkan efek
terapi; meminimalkan resiko efek samping; meningkatkan cost effectiveness; dan menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi. Tujuan khusus dilakukannya konseling, yaitu : meningkatkan
hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien; menunjukkan perhatian serta
kepedulian terhadap pasien; meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan; mencegah atau meminimalkan Drug
Related Problems dan membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
(Depkes
RI, 2006)
No comments:
Post a Comment