Antihistamin
Antihistamin
adalah antagonis reseptor H1 yang akan menghalangi bersatunya histamine dengan
reseptor H1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel kelenjar pada mukosa hidung.
Akhir-akhir ini antihistamin didefenisikan sebagai inverse h1-receptor agonist yang menstabilkan reseptor H1 yang
inaktif sehingga aktifasi oleh histamine dapat dicegah. Dengan demikian obat
ini efektif untuk menghilangkan gejala rinore dan bersin sebagai akibat
dilepaskannya histamine pada RA (Lumbanraja,
2007).

Gambar 2.
Target-target terapi rinitis alergika.
Saat ini antihistamin (AH1) yang beredar di pasaran
adalah generasi pertama dan kedua. AH1 generasi kedua sudah mulai menggeser
kepamoran generasi pertama karena memiliki banyak kelebihan. Perbedaan menonjol
di antara keduanya terletak pada kemampuan menembus sawar darah otak dan
selektivitas/spesifisitas. AH1 generasi kedua bersifat lipofobik sehingga
kurang mampu menembus sawar darah otak, yang akhirnya mengakibatkan penurunan
efek sedasi. Di samping itu, generasi kedua lebih selektif sehingga tidak
mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik dan adrenergic
alfa (Raudhah dan Alfred, 2009).
Kelebihan lain generasi dua adalah mempunyai efek
antialergi dan antiinflamasi. Dikatakan antialergi karena dapat menghambat
pelepasan histamin, prostaglandin, kinin, dan leukotrien. Sedangkan
antiinflamasi dikarenakan dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epitel
konjungtiva (Raudhah dan Alfred, 2009).
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat
antiinflamasi yang kuat dan berperan penting dalam pengobatan RA. Penggunaan
secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga
dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung
yang berat. Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering
mengganggu penderita RA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral
diberikan dalam jangka pendek 7-14 hari dengan tapering off, tergantung daari respon
pengobatan (Lumbanraja, 2007).
Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi
menjadi 2 yaitu topikal dan sistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan
pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan
persisten (menetap), karena mempunyai efek antiinflamasi jangka panjang.
Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung yang timbul
pada fase lambat. Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat
fase cepat dan lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel
mast dan basofil, mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B,
menekan pengerahan lokal dan migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan
eosinofil, menekan ekspresi GMCSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin,
mengurangi jumlah eosinofil di mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan,
fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis eosinofil 1 (Raudhah dan Alfred, 2009).
Studi meta-analisis oleh Weiner JM dkk, seperti
dilansir dari British Medical Journal 1998, menyimpulkan bahwa
kortikosteroid intranasal lebih baik digunakan sebagai terapi lini
pertama rinitis daripada antihistamin, ditilik dari segi keamanan dan cost-effective-nya.
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita
rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama (Raudhah dan Alfred, 2009).
Dekongestan
Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan
kongesti dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat
topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek
samping adalah rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta
perforasi septum. Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis
medikamentosa) dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang.
Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan berakhir 6 jam
kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah tablet
lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa iritabilitas,
pusing melayang (dizziness), sakit kepala, tremor, takikardi, dan
insomnia (Raudhah dan Alfred, 2009).
apa bisa antihistamin dikonsumsi dengan kortikosteroid, trimakasih??
ReplyDeleteapa bisa antihistamin dikonsumsi dengan kortikosteroid, trimakasih??
ReplyDeleteNice post. I learn some thing tougher on distinct blogs everyday. Most commonly it is stimulating to learn to read content from other writers and exercise a specific thing there. I’d would rather use some together with the content in my weblog no matter whether you don’t mind. Natually I’ll provide you with a link in your web weblog. Many thanks for sharing. men's health
ReplyDelete