Saturday, June 1, 2013

Adverse drug reaction of oseltamivir



 Telah dilakukan penelitian  dengan judul Adverse drug reaction profile of oseltamivir in Indian population: A prospective observational study (Anovadiya et al., 2011). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pola reaksi obat yang merugikan (ADR) dari oseltamivir dan membandingkannya dengan data yang tersedia.
H1N1 influenza A (flu babi) telah menyebabkan alarm pandemi utama. Pada tanggal 11 Juni 2009, Organisasi Kesehatan Dunia meningkatkan kewaspadaan pandemi ke level tertinggi, fase 6,  yang menunjukkan transmisi pada masyarakat luas pada setidaknya dua benua. Kasus pertama influenza A H1N1 dilaporkan di California, Amerika Serikat, diikuti oleh ratusan kasus di Meksiko. Di India, kasus pertama H1N1 influenza A didiagnosis 16 Mei 2009 di New Delhi dan dalam satu tahun kejadian tersebut, kasus positif jumlah H1N1 influenza A mencapai 31 826, menyebabkan 1 509 kematian. Urutan genetik dari virus influenza H1N1 yang baru menunjukkan segmen dari empat virus influenza, yaitu North American Swine, North American Avian, Human Influenza and Eurasian Swine.
Penyebaran virus di antara populasi manusia umumnya terjadi melalui bersin dan batuk melalui partikel aerosol besar serta melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi dengan tetesan pernapasan. Masa inkubasi infeksi H1N1 berkisar dari 1 sampai 4 hari. Pada manusia, gejala sering diamati meliputi demam mendadak (94%), batuk (92%), sakit tenggorokan (66%), running nose, dan sakit pada badan. Sejumlah besar diare (25%) dan muntah (25%).  Aborsi dan kelahiran prematur juga telah dilaporkan pada wanita hamil, terutama yang mengalami pneumonia.
Oseltamivir dan zanamivir adalah obat antiviral yang tersedia untuk profilaksis maupun terapi dari H1N1 influenza. Namun diantara kedua obat tersebut, oseltamivir  dipandang sebagai obat yang paling cocok sebab dapat diberikan secara oral, sedangkan zanamivir harus diberikan dalam bentuk sediaan inhalasi. Oseltamivir adalah enzim inhibitor neuraminidase selektif yang ampuh, yang bertanggung jawab untuk membelah residu asam sialat pada virion baru yang  terbentuk dan sangat penting untuk pelepasan partikel virus baru yang terbentuk dari sel yang terinfeksi. Dengan demikian, dengan memblokir enzim ini oseltamivir menghambat pelepasan virion progeni dari sel yang terinfeksi, sehingga dapat mencegah dan mengobati infeksi. Regimen terapi yang disarankan adalah 75 mg dua kali sehari selama 5 hari, sedangkan untuk profilaksis 75 mg sekali sehari selama setidaknya satu minggu. Reaksi obat yang merugikan (ADR) yang umumnya ditemukan dalam percobaan tahap III oseltamivir adalah mual, muntah, diare, sakit perut, bronkitis, pusing, vertigo, kelelahan, dan sakit kepala.
Penelitian prospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Sir Takhtsinhji terikat pada Goverment Medical College, Bhavnagar, Gujarat, India antara Oktober 2009 dan April 2010 selama wabah H1N1 influenza A. Kasus yang dicurigai ataupun telah dikonfirmasi H1N1 influenza A pada regimen terapi dan kontak langsung terhadap kasus H1N1 influenza A pada regimen profilaksis oseltamivir dimasukkan ke sebagai data dalam penelitian ini. Oseltamivir diberikan 75 mg sekali sehari selama 10 hari dalam kelompok profilaksis dan 75 mg dua kali sehari selama 5 hari dalam kelompok terapi. Data dikumpulkan dengan wawancara pribadi setelah dilakukan persetujuan tertulis. Kausalitas, tingkat keparahan, dan penilaian pencegahaan dilakukan masing-masing dengan menggunakan skala Naranjo , skala Hartwig dan Siegel yang dimodifikasi, dan Skala Schumock dan Thornton yang dimodifikasi. Data dinyatakan dalam proporsi. Frekuensi ADR dalam kelompok terapi dan profilaksis dibandingkan dengan percobaan tahap III oseltamivir dengan menggunakan Chi-square test.
Algoritma Naranjo adalah kuesioner berbasis skala yang terdiri dari 10 pertanyaan obyektif dengan tiga jenis jawaban, yaitu  ya, tidak, atau tidak tahu. Skor yang diberikan sesuai dan reaksi obat dapat diklasifikasikan sebagai pasti (skor total> 9), besar kemungkinan (skor total 5-8), atau mungkin (total skor 1-4). Skala Schumock dan Thornton yang dimodifikasi mengklasifikasikan ADR sebagai pasti dapat dicegah, mungkin dicegah, dan tidak dapat dicegah berdasarkan pertanyaan untuk setiap tingkat. Skala Hartwig dan Siegel yang dimodifikasi mengklasifikasikan keparahan ADR sebagai ringan, sedang, atau berat, tergantung pada faktor-faktor seperti kebutuhan untuk perubahan dalam pengobatan, durasi tinggal di rumah sakit, dan cacat yang dihasilkan oleh ADR.








Tabel 1. Algoritma Naranjo

Tabel 2. Adverse drug reaction karena oseltamivir dalam populasi India


Tabel 3. Frekuensi ADR karena oseltamivir dalam kelompok terapi dan
profilaksis dari populasi India

Tabel 4. Perbandingan ADR karena oseltamivir pada populasi India
dan uji coba fase III obat

Tabel 5. Penilaian kausalitas reaksi obat yang merugikan terhadap
individu karena oseltamivir pada kelompok terapi dengan skala Naranjo

Tabel 6. Penilaian preventabilitas dari ADR karena oseltamivir
dengan skala Schumock dan Thornton yang dimodifikasi

Adapun  terdapat jumlah total pasien  yang diwawancarai adalah sebanyak 294. Pada kelompok profilaksis, 107 dari 257 (41.63%) dan pada kelompok terapi, 23 dari 37 (62.16%)  yang mengalami ADR. ADR dilaporkan dalam kelompok terapi secara signifikan (P = 0,029) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok profilaksis. ADR sering teramati di kedua kelompok adalah gastritis, mual, muntah, diare, kelemahan, sedasi, kesepian, sedih, sakit kepala, dan nyeri perut. Algoritma Naranjo menunjukkan semua ADR dalam kategori besar kemungkinan (probable) dalam kelompok profilaksis,  sedangkan dalam kelompok terapi 27,78% besar kemungkinan (probable) dan yang mungkin (possible)  72,22%. Penilaian tingkat keparahan menunjukkan 76% ringan dan reaksi moderat 24% dalam kelompok terapi, 89% ringan dan 11% reaksi moderat dalam kelompok profilaksis. Keparahan ADR secara signifikan lebih tinggi pada kelompok terapi. Sebagian besar ADR berada dalam kategori nonpreventable (tidak dapat dicegah), kecuali gastritis, mual dan muntah berada dalam kategori pasti dapat dicegah.
Oseltamivir ditoleransi dengan baik pada populasi India. Efek samping gastrointestinal  merupakan yang  paling umum dan  ADR ini dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan mengonsumsi obat setelah makan atau dengan mengunakan antagonis reseptor H2 dan antasida.

Daftar pustaka:
Anovadiya, et al. 2011. Adverse drug reaction profile of oseltamivir in Indian population: A prospective observational study. Indian J Pharmacol. 2011 May-Jun; 43(3): 258–261.

No comments:

Post a Comment