Telah dilakukan penelitian dengan judul Adverse drug reaction profile of oseltamivir in Indian population: A
prospective observational study (Anovadiya et al., 2011). Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis pola reaksi
obat yang merugikan (ADR) dari oseltamivir dan membandingkannya dengan data yang tersedia.
H1N1 influenza A (flu babi)
telah menyebabkan alarm pandemi utama. Pada tanggal 11 Juni 2009,
Organisasi
Kesehatan Dunia
meningkatkan kewaspadaan pandemi ke level tertinggi, fase 6,
yang menunjukkan transmisi pada
masyarakat luas pada setidaknya
dua benua. Kasus pertama influenza A H1N1 dilaporkan
di California, Amerika Serikat, diikuti oleh ratusan kasus
di Meksiko. Di India, kasus pertama H1N1 influenza A didiagnosis 16 Mei 2009 di New Delhi dan dalam
satu tahun kejadian tersebut, kasus positif jumlah H1N1
influenza A mencapai
31 826, menyebabkan
1 509 kematian. Urutan genetik dari
virus influenza H1N1 yang
baru menunjukkan segmen
dari empat virus influenza,
yaitu North American Swine, North
American Avian, Human Influenza and Eurasian Swine.
Penyebaran virus di antara populasi manusia umumnya terjadi melalui bersin
dan batuk melalui partikel
aerosol besar serta
melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi dengan tetesan pernapasan. Masa inkubasi infeksi
H1N1 berkisar dari
1 sampai 4 hari. Pada manusia, gejala sering
diamati meliputi demam mendadak
(94%), batuk (92%),
sakit tenggorokan (66%), running nose, dan sakit pada
badan. Sejumlah besar diare
(25%) dan muntah (25%).
Aborsi dan kelahiran
prematur juga telah dilaporkan pada wanita hamil,
terutama yang mengalami pneumonia.
Oseltamivir dan
zanamivir adalah obat antiviral yang tersedia untuk profilaksis maupun terapi
dari H1N1 influenza. Namun diantara kedua obat tersebut, oseltamivir dipandang sebagai obat yang paling cocok
sebab dapat diberikan secara oral, sedangkan zanamivir harus diberikan dalam
bentuk sediaan inhalasi. Oseltamivir adalah enzim inhibitor
neuraminidase selektif yang ampuh, yang bertanggung jawab untuk membelah residu asam sialat
pada virion baru
yang terbentuk dan sangat penting untuk pelepasan partikel virus baru yang terbentuk dari sel yang
terinfeksi. Dengan demikian, dengan
memblokir enzim ini oseltamivir menghambat pelepasan
virion progeni dari
sel yang terinfeksi, sehingga dapat
mencegah dan mengobati infeksi.
Regimen terapi yang
disarankan adalah 75 mg dua kali sehari selama 5 hari, sedangkan untuk
profilaksis 75 mg sekali sehari
selama setidaknya satu minggu. Reaksi obat yang merugikan (ADR)
yang
umumnya
ditemukan dalam percobaan tahap
III oseltamivir adalah mual, muntah, diare,
sakit perut, bronkitis, pusing, vertigo,
kelelahan, dan sakit kepala.
Penelitian
prospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Sir Takhtsinhji terikat
pada Goverment
Medical College, Bhavnagar,
Gujarat, India antara Oktober 2009 dan April 2010 selama wabah H1N1 influenza
A. Kasus yang dicurigai ataupun telah dikonfirmasi H1N1 influenza A pada regimen terapi
dan kontak langsung terhadap kasus H1N1 influenza A
pada regimen profilaksis
oseltamivir dimasukkan
ke sebagai data dalam penelitian ini. Oseltamivir diberikan 75 mg sekali sehari selama 10
hari dalam kelompok profilaksis dan 75 mg dua kali sehari selama 5 hari dalam
kelompok terapi. Data dikumpulkan dengan wawancara pribadi setelah dilakukan persetujuan tertulis. Kausalitas, tingkat keparahan,
dan penilaian pencegahaan
dilakukan masing-masing dengan menggunakan skala
Naranjo , skala Hartwig dan Siegel
yang dimodifikasi, dan Skala Schumock dan Thornton yang
dimodifikasi. Data dinyatakan dalam
proporsi. Frekuensi ADR
dalam kelompok terapi dan profilaksis dibandingkan
dengan percobaan tahap
III oseltamivir dengan
menggunakan Chi-square
test.
Algoritma Naranjo adalah kuesioner berbasis skala yang
terdiri dari 10 pertanyaan obyektif dengan tiga jenis
jawaban,
yaitu ya, tidak, atau tidak tahu. Skor yang diberikan sesuai
dan reaksi obat dapat diklasifikasikan sebagai pasti (skor total> 9),
besar kemungkinan (skor total 5-8),
atau mungkin (total skor 1-4). Skala Schumock dan Thornton yang dimodifikasi mengklasifikasikan ADR sebagai pasti dapat
dicegah, mungkin dicegah, dan tidak dapat dicegah berdasarkan pertanyaan untuk
setiap tingkat. Skala Hartwig dan Siegel yang dimodifikasi mengklasifikasikan keparahan ADR sebagai
ringan, sedang, atau berat, tergantung pada faktor-faktor seperti kebutuhan
untuk perubahan dalam pengobatan, durasi tinggal di rumah sakit, dan cacat yang
dihasilkan oleh ADR.
Tabel
1. Algoritma Naranjo

Tabel
2. Adverse drug reaction karena oseltamivir
dalam populasi India

Tabel
3. Frekuensi ADR karena oseltamivir dalam
kelompok terapi dan
profilaksis dari populasi India

Tabel
4. Perbandingan ADR karena oseltamivir pada
populasi India
dan uji coba fase III obat

Tabel
5. Penilaian kausalitas reaksi obat yang merugikan terhadap
individu karena oseltamivir pada kelompok terapi dengan skala Naranjo

Tabel
6. Penilaian preventabilitas dari ADR
karena oseltamivir
dengan
skala Schumock dan Thornton yang dimodifikasi

Adapun terdapat jumlah total pasien yang diwawancarai adalah sebanyak 294. Pada
kelompok profilaksis, 107 dari 257 (41.63%) dan pada kelompok terapi, 23 dari 37 (62.16%) yang mengalami ADR. ADR dilaporkan
dalam kelompok terapi secara signifikan (P = 0,029) lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok profilaksis. ADR sering teramati di kedua kelompok adalah gastritis, mual, muntah, diare, kelemahan, sedasi,
kesepian, sedih, sakit kepala, dan nyeri perut. Algoritma Naranjo menunjukkan
semua ADR dalam kategori besar
kemungkinan (probable) dalam
kelompok profilaksis, sedangkan dalam kelompok terapi 27,78% besar kemungkinan (probable) dan
yang mungkin
(possible) 72,22%. Penilaian tingkat keparahan menunjukkan
76% ringan dan reaksi moderat 24% dalam kelompok terapi, 89% ringan dan 11% reaksi
moderat dalam kelompok profilaksis. Keparahan ADR secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok terapi. Sebagian besar ADR berada dalam kategori nonpreventable (tidak dapat dicegah), kecuali gastritis,
mual dan muntah berada dalam kategori pasti dapat dicegah.
Oseltamivir ditoleransi dengan baik pada
populasi India. Efek samping
gastrointestinal merupakan yang paling umum dan ADR ini dapat dicegah.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mudah yaitu dengan mengonsumsi obat setelah makan atau dengan mengunakan antagonis reseptor H2 dan antasida.
Daftar
pustaka:
Anovadiya, et al. 2011. Adverse drug reaction profile of oseltamivir in
Indian population: A prospective observational study. Indian J Pharmacol. 2011 May-Jun;
43(3): 258–261.
No comments:
Post a Comment