Pada pasien dengan konstipasi, tujuan utama terapi adalah
untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab sekunder, mengurangi gejala,
serta mengembalikan fungsi normal usus (Chisholm-Burns et al., 2008). Tindakan umum yang diyakini
bermanfaat dalam mengatasi konstipasi adalah modifikasi diet untuk
meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi tiap hari, olahraga, penyesuaian pola
buang air besar sehingga teratur dan waktu yang memadai dibuat untuk merespon
dorongan untuk buang air besar, dan meningkatkan asupan cairan. Jika yang
mendasari penyebab konstipasi adalah
penyakit lain, maka lakukan
upaya untuk menyembuhkannya. Gangguan GI yang berbahaya bisa dihilangkan melalui bedah reseksi. Penyakit
pada endokrin dan metabolik harus ditangani dengan metode yang tepat. Obat yang
berpotensi menyebabkan konstipasi harus diidentifikasi dan dipertimbangkan diganti
dengan agen lainnya. Jika tidak ada alternatif yang
rasional untuk menggantinya, maka
dapat dipertimbangkan untuk menurunkan dosis dari obat
tersebut (Dipiro et al.,
2008).
Satu atau lebih laksatif dapat diberikan untuk
mengobati gejala. Jika dalam 1 minggu pengobatan swamedikasi
gejala yang
dirasakan pasien tidak menghilang, maka pasien harus dirujuk ke dokter. Jika apoteker merasa bahwa pasien hanya perlu diberikan saran diet, maka akan masuk akal untuk
melihat terlebih dahulu keadaan pasien sekitar 2 minggu untuk melihat apakah konstipasi menetap
sebelum pasien dirujuk ke dokter (Blenkinsopp et al.,
2009).
Sebelum memulai terapi, pasien harus ditanyakan tentang frekuensi
pergerakan usus dan tingkat keparahan konstipasi. Pasien juga harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan
yang berkaitan tentang kebiasaan diet dan regimen laksatif yang dikonsumsi.
Pasien juga harus ditanyakan dengan seksama tentang kebiasaan diet dan regimen
pencahar yang diterima. Ditanyakan apakah pasien memiliki diet tetap dengan
mengurangi makanan yang berserat tinggi,
terutama yang berserat halus serta obat pencahar (laksatif atau katartik) apa
yang pernah dicoba oleh pasien untuk menghilangkan konstipasi/sembelitnya.
Selain itu, pasien juga harus ditanyakan tentang kombinasi pengobatan yang
dilakukan secara bersamaan, yang mungkin dapat menyebabkan sembelit
(Dipiro et al., 2008).
Dasar dari perawatan dan pencegahan
konstipasi harus terdiri dari usaha pemberian agen yang membentuk bulk disamping modifikasi diet untuk
meningkatkan serat. Untuk beberapa penderita konstipasi akut yang tidak dirawat
di rumah sakit, penggunaan produk laksatif dapat diterima. Namun sebelum pasien
diberikan laksatif ataupun katartik yang lebih poten, sebaiknya dicobakan
terlebih dahulu langkah-langkah pengobatan yang lebih sederhana. Misalnya,
konstipasi akut dapat dihilangkan dengan penggunaan tap-water enema (agen yang menyebabkan terjadinya pemasukan
air ke dalam usus atau kolon melalui anus untuk merangsang buang air
besar) atau suppositoria gliserin. Jika
tidak efektif, penggunaan sorbitol oral, bisakodil atau senna dalam dosis
rendah atau saline laksatif (misalnya susu magnesium) dapat diberikan sebagai
pembantu perawatan. Jika pengobatan laksatif diperlukan untuk lebih dari 1
minggu, orang tersebut dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk
menentukan apakah ada penyebab lain yang mendasari konstipasi sehingga diperlukan
pengobatan dari agen lain selain laksatif (Dipiro et al., 2008).
Modifikasi gaya hidup perlu dilakukan sebelum
penggunaan laksatif pada konstipasi. Konstipasi biasanya berhubungan dengan
rendahnya asupan serap, kurangnya cairan dan olahraga. Peningkatan konsumsi
serat seperti kacang-kacangan, biji-bijian, sereal, buah-buahan segar dan
sayuran seperti asparagus, kol dan wortel sebanyak 20-35 gram/hari dan
menghindari konsumsi makanan yang rendah serat seperti keju dan es krim. Asupan
cairan yang cukup juga penting (6-8 gelas perhari). Berjalan atau latihan
aerobik lain dapat membantu melatih otot di daerah abdominal yang mendorong
propulsi dalam usus. Selain itu, pasien sebaiknya membiasakan untuk tidak
menunda keinginan untuk buang air besar (Chisholm-Burns et al., 2008).
No comments:
Post a Comment